Mengudara kembali setelah lama absen merupakan pengalaman yang cukup
memyenangkan. Pandemi Covid 19 yang menghantam peradaban manusia di abad ini
membuat transportasi sedikit lumpuh termasuk menggunakan moda transportasi udara
berupa pesawat terbang. Hampir 3 tahun lamanya tidak terbang membuat sedikit
lupa rasanya duduk di atas burung besi tersebut. Lupa bagaimana caranya
mengatasi telinga yang sakit, lupa bagaimana cara mengisi kebosanan, ataupun
lupa bagaimana gambaran pemandangan di luar jendela pesawat.
Perjalanan menuju
bandara memunculkan sedikit rasa khawatir akan keselamatan selama terbang di
atas awan yang tinggi, bukan khawatir akan keselamatan diri sendiri, tetapi
khawatir akan keselamatan orang-orang yang di cintai, karena akan terbang
bersama sekeluarga untuk kembali merasakan kehangatan keluarga di kampung
halaman di Bumi Andalas, negeri para ninik mamak. Timbul pikiran buruk,
bagaimana kalau pesawat tiba-tiba kehilangan kemampuan navigasinya, mati mesin
pendorongnya, ataupun kehilangan pilotnya π
. Tetapi teringat kembali
kata-katanya Bung Fiersa Besari , "Ketakutan itu hanya ada dalam pikiran, hanya
sebagian kecil yang jadi kenyataan". Jadi perasaan takut hilang dengan
sendirinya dan berganti dengan perasaan gembira dan bahagia.
Durasi perjalanan
menggunakan pesawat terbang kali ini sedikit lebih lama. Total 220 menit lamanya
berada di udara dan menggunakan dua pesawat yang berbeda meskipun dengan
maskapai yang sama, hal ini dikarenakan tidak adanya penerbangan langsung dari
tanah borneo menuju bumi andalas sehingga harus singgah sebentar di ibukota
negara. Total 220 menit lamanya harus menahan bisingnya mesin pesawat, rewelnya
buah hati dan menahan buang air karena tidak terbiasa untuk buang air di dalam
pesawat π
Pesawat yang kami tumpangi merupakan maskapai dengan logo singa merah
yang terkenal akan murah dan banyaknya penerbangan di bumi pertiwi ini. Alasan
kenapa menggunakan maskapai ini ya tentu saja karena harganya yang terjangkau
dan banyaknya jadwal penerbangan mereka. Jenis pesawat yang kami gunakan yaitu
pesawat terbang buatan perusahaan Amerika yang terkenal memproduksi pesawat
terbang komersial dengan kapasitas pesawat hampir 200 orang. Akan tetapi saat
kami menuju ibukota dari tanah Borneo, karena kami berangkat pada saat hari
pertama orang bekerja kursi pesawat besi tersebut tidak terisi penuh, banyak
kursi yang kosong, hanya kursi dekat jendela saja yang terisi. Kebalikannya saat
menuju ranah minang, pesawat udara yang akan kami naiki sangat padat, seluruh
kursi terisi, padahal saat itu masih hari kerja, mungkin banyak orang yang punya
urusan di sana pada hari ituπ
Suasana dalam pesawat masih sama seperti dalam
ingatan seperti dulu, bentuk kabin yang berisi penuh barang dan tas penumpang,
pramugari dan pramugara berseragam rapi yang lalu lalang membantu para
penumpang,bentuk jendela pesawat dengan kacanya yang transparan berada di kanan
dan kiri pesawat , bentuk kursi masih sama seperti terakhir kali naik. Bunyi
khas mesin, bau pengharum dalam pesawat, bentuk sayap pesawat yang memungkinkan
pesawat bisa terban serta masih banyak hal lain yang hanya bisa kita temui dalam
pesawat terbang itu. Akhirnya setelah melewati semua perjalanan, kami tiba di
bumi andalas dalam keadaan sehat dan tanpa kekurangan suatu apapun.
No comments:
Post a Comment