Judul : Biola Tak Berdawai
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Tahun terbit : 2004
Penerbit : PT Andal Krida Nusantara (Akur)
Jumlah halaman : 198 halaman
Biasanya, film berasal dari buku, seperti film Ayat-ayat Cinta, yang diambil dari judul buku yang sama. Film Laskar Pelangi, yang diangkat juga dari buku yang berjudul sama. Banyak sekali film yang diangkat dari sebuah buku. Akan tetapi, buku ini berkebalikan daripada sesuatu yang umum. Buku ini diangkat dari skenario film, yang Bukemudian dijadikan buku. Ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma, seorang wartawan dan penulis yang serba bisa, mengubah skenario film yang dibuat oleh Sekar Ayu Asmara, yang telah dikenal luas di dunia perfilman dan telah banyak mendapat penghargaan di dalam ataupun luar negeri. Menulis buku dari skenario film memiliki kesulitan tersendiri. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan, ekpektasi penonton, karakter yang ada, dan jalan cerita harus dituangkan dalam buku dengan baik, sehingga buku yang dihasilkan akan menarik, seperti buku ini, yang telah berhasil ditulis oleh penulisnya sehingga bisa menjadi buku yang menarik.
Buku ini mengisahkan seorang anak Tunadaksa (seseorang yang memiliki lebih dari 1 cacat) bernama Dewa yang diasuh oleh Renjani, seorang mantan penari balet yang terpanggil hidupnya untuk membuat Rumah Asuh Ibu Sejati, tempat para anak-anak tunadaksa yang terbuang, baik itu dibuang di Rumah Asuh, di pinggir jalan, di pinggir sungai, ataupun ditempat sampah, warga akan mengantarkan bayi-bayi tunadaksa yang terbuang itu ke Rumah Asuh Ibu Sejati yang akan diasuh oleh ibu Renjani. Buku ini mengambil sudut pandang seorang anak tunadaksa yang tidak kita ketahui dunianya, tidak kita ketahui jalan pikirannya, tidak kita ketahui jiwanya, tetapi pasti bisa merasakan cinta dari orang-orang sekitarnya.
Tokoh yang juga menarik yaitu Mbak wid, seorang dokter yang mengabdikan dirinya pada Rumah Asuh Ibu Sejati, akan tetapi sepertinya punya 2 kepribadian yang berbeda. Pagi sampai sore dibekerja sebagai dokter, tetapi malam hari dia akan berpakaian hitam-hitam didalam ruangan yang penuh lilin dan akan meramal menggunakan kartu tarot. Kehidupan Dewa, Renjani dan Mbak Wid akan sedikit berubah, setelah kedatangan pemuda pemain Biola yang bernama Bisma. Dia jatuh cinta dengan Renjani dan iba kepada Dewa dan membuatkan sebuah lagu dengan biola yang berjudul "Biola Tak Berdawai" sebagai representasi dari Dewa, seorang anak tunadaksa yang dinilai seperti biola yang tidak punya dawai, akan tetapi bisa menghasilkan bunyi yang indah, jika kita tahu cara mendengarkannya.
Buku ini mengajarkan kita untuk lebih menghargai para anak-anak tunadaksa, kita dibawa dalam sudut pandang mereka, cara berpikir mereka, cara mereka memandang sesuatu yang memang sulit untuk kita mengerti, akan tetapi harus kita tanamkan dalam hati, bahwa mereka manusia juga, yang punya jiwa, punya perasaan dan punya pikiran yang harus kita sadari. Buku ini juga punya 2 kisah yang berbeda, satu tentang kisah Dewa sang anak tunadaksa, akan tetapi di sela-sela cerita dan memiliki bab tersendiri, terselip cerita tentang Mahabarata, kisah dewa-dewa dari India yang berkaitan dengan cerita ini meskipun harus kita cermati dengan lebih mendalam. Gaya bahasa yang digunakan ini juga menarik dan mudah di cerna, bahasanya lugas, bermakna akan tetapi juga punya ketegasan dan perlu pemahaman yang mendalam. Kekurangan buku ini, yaitu ukuran huruf yang terlalu kecil sehingga agak susah untuk membaca bukunya. Akan tetapi kekurangan buku tersebut, tidak mengurangi esensi dari buku ini dan tetap enak untuk dibaca.
Secara keseluruhan, buku "Biol Tak Berdawai" adalah buku yang layak dibaca untuk menumbuhkan empati kita kepada sesama, terutama bagi anak-anak tunadaksa yang tidak berdosa, yang harus kita sayangi dan jaga. Buku ini cocok dibaca bagi semua kalangan dan wajib dibaca bagi orang-orang yang hidup dalam dunia sosial dan mengurusi hal-hal seperti ini.
Rating : 4/5
No comments:
Post a Comment